Surat Edaran Mendagri Dinilai Dapat Merugikan Pemerintah Daerah

19 April 2024, 22:40 WIB
Surat Edaran Mendagri dinilai dapat merugikan Pemerintah Daerah.Metrojabar/Guntur /

METROJABAR - Adanya Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dinilai dapat merugikan Pemerintah Daerah, bukan tanpa alasan Gubernur, Walikota maupun Bupati rotasi ataupun mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dilingkungan Pemerintah Daerahnya tersebut. Adanya surat edaran Mendagri membuat sebagian Pemerintah Daerah mencabut kembali Surat Keputusan pelantikan pejabat tinggi, baik Walikota dan Bupati membatalkan pelantikan yang sudah terlanjur dilaksanakan pada bulan Maret 2024 lalu.

Selain itu alasan Kepala Daerah melantik dan mutasi pejabat tinggi, seperti yang pernah dikatakan Bupati Bandung Dadang Supriatna. Bahwa pelantikan dan rotasi pejabat tinggi bertujuan lebih meningkatkan pelayanan publik untuk masyarakat.

Baca Juga: Diduga Ada Penyalahgunaan Wewenang dan Jabatan di Desa Babakanloa Garut

Adapun beberapa faktor kerugian yang dapat terjadi jika pelantikan pejabat tinggi di Pemerintah Daerah yang sudah terjadi harus dibatalkan. Berikut adalah beberapa faktor yang mungkin menjadi pertimbangan:

1. Biaya dan sumber daya yang terbuang

Proses pelantikan pejabat tinggi melibatkan biaya dan sumber daya yang signifikan. Jika pelantikan harus dibatalkan, maka semua biaya yang telah dikeluarkan untuk persiapan pelantikan, seperti pengadaan materi, tempat, dan logistik, akan menjadi sia-sia. Selain itu, waktu dan tenaga yang telah dihabiskan untuk proses seleksi dan persiapan pelantikan juga akan terbuang.

2. Ketidakpastian dan ketidakstabilan

Pembatalan pelantikan pejabat tinggi dapat menciptakan ketidakpastian dan ketidakstabilan di dalam organisasi pemerintah daerah. Pejabat yang seharusnya dilantik mungkin telah mengundurkan diri dari jabatannya sebelum pelantikan dibatalkan, sehingga menyebabkan kekosongan dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Hal ini dapat mengganggu kontinuitas pemerintahan dan menyebabkan ketidakstabilan di dalam organisasi.

Baca Juga: Dua Pemuda Diamankan Satreskrim Polres Garut Diduga Lakukan Aksi Premanisme

3. Dampak reputasi

Pembatalan pelantikan pejabat tinggi dapat berdampak pada reputasi pemerintah daerah. Hal ini dapat menciptakan ketidakpercayaan dan merusak citra pemerintah daerah di mata publik. Pihak terkait, seperti mitra bisnis, masyarakat, dan lembaga lainnya, mungkin kecewa dan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah daerah.

4. Gangguan dalam pengambilan keputusan

Jika pelantikan pejabat tinggi dibatalkan, maka proses pengambilan keputusan di dalam pemerintah daerah dapat terhambat. Keputusan-keputusan penting yang seharusnya diambil oleh pejabat yang baru dilantik mungkin terhambat atau tertunda, karena belum ada pejabat yang mengisi posisi tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas pemerintahan daerah.

Adapun di beberapa Daerah Kabupaten maupun Kota pelantikan pejabat tinggi harus dibatalkan, Seperti di Kabupaten Bandung, Kabupaten Bulukumba, Kota Binjai, Kabupaten Gresik.

Baca Juga: Semarak Peringati Hari Jadi Kabupaten Bandung ke 383 di Kecamatan Ibun: Ibun Ngahiji Sangkan Jadi Ka Hiji

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Republik Indonesia, Tito Karnavian mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 100.2.1.3/1575/SJ yang ditujukan kepada gubernur, bupati dan wali kota seluruh Indonesia. Adapun perihal surat tertanggal 29 Maret 2024 adalah kewenangan kepala daerah yang melaksanakan Pilkada dalam aspek kepegawaian.

Salah satu point dari SE tersebut adalah mengingatkan Gubernur, Bupati dan Wali Kota untuk tidak melakukan pergantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.

Larangan ini sesuai dengan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.

Baca Juga: Prabowo Meminta Pendukungnya Tidak Melakukan Aksi Damai di Gedung MK

Pada ayat lima (5) dalam ketentuan tersebut ditegaskan bahwa apabila gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota selaku petahana melanggar akan dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

Sedangkan sanksi untuk yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Lampiran Peraturan KPU Nomor 2 tahun 2024, bahwa penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah tanggal 22 September 2024, sehingga enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon terhitung tanggal 22 Maret 2024.

Berpedoman pada ketentuan tersebut, mulai tanggal 22 Maret 2024 sampai dengan akhir masa jabatan kepala daerah, dilarang melakukan pergantian pejabat kecuali mendapat persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri.***

Editor: Guntur Putra Sutisna

Sumber: Penulis: Guntur

Tags

Terkini

Terpopuler